Pandemi Influenza Yang Dahsyat Pada 1918
Penyebaran wabah influenza yang dahsyat pada 1918 dimulai saat Perang Dunia I yang berdarah mulai mereda. Pandemi ini menyebabkan kematian dan penderitaan pada skala besar sejak terjadinya Black Death, pandemi menular yang menewaskan 75 sampai 200 juta orang pada Abad Pertengahan.
Pandemi influenza yang luar biasa ini menyebabkan 15 juta orang meninggal selama periode empat tahun Perang Dunia I, sementara dalam waktu kurang dari setahun hampir 30 juta orang meninggal karena influenza. Wabah influenza ini benar-benar mematikan dan meningkatkan angka kematian penduduk dunia kala itu. Beberapa peneliti bahkan memperkirakan 20% dari populasi dunia saat itu terinfeksi influenza.
Bagaimana bencana ini bermula? Penelitian tentang asal muasal wabah ini mengarah ke wilayah Haskell, Kansas, dekat Camp Funston (Fort Riley). Sebuah sumber berita pada Januari-Februari 1918 mengungkapkan bahwa flu ganas ini berasal dari daerah ini. Banyak orang percaya bahwa wabah menular dari penduduk setempat pada tentara yang berlalu-lalang di Camp Funston. Para tentara ini lantas dikirim ke Eropa melalui pelabuhan Perancis, Brest, yang merupakan tempat penyebaran wabah di Eropa. Penyakit ini kemudian menyebar dengan cepat dan menjangkiti penduduk Eropa, lalu terus menyebar ke Asia dan seluruh dunia. Spanyol adalah wilayah yang paling parah terdampak sehingga banyak laporan berita menyebut penyakit ini sebagai “Flu Spanyol.”
Serangan kedua wabah penyakit ini terjadi di akhir tahun 1918, ketika pasukan Amerika pulang melalui pelabuhan Boston dalam perjalanan mereka ke Fort Devens. Saat wabah ini memuncak, seorang dokter dengan rekannya di Fort Devens melaporkan bahwa ia mencatat 100 kematian per hari. Ia mengungkapkan bahwa para tentara akan “dengan cepat mengembangkan jenis pneumonia yang paling kental dan belum pernah ada sebelumnya” dan akan segera mati setelahnya. Bahkan, pneumonia sebenarnya adalah penyebab utama dari kematian massal itu.
Pada waktu itu, hanya sedikit informasi yang bisa diketahui tentang agen infeksi penyebab penyakit ini sehingga para dokter hampir tidak memiliki alat untuk memerangi pneumonia. Pengobatan seperti pemberian kina dan mandi mineral panas hanya memiliki pengaruh kecil. Di daerah yang terkena dampak di seluruh dunia, kegiatan usaha sangat terbatas dan interaksi sosial terhenti. Orang-orang menghindari kontak dengan sesamanya dan mulai memakai masker kain kasa.
Dalam upaya untuk menjelaskan mengapa wabah flu tahun 1918 begitu dahsyat, para peneliti telah melakukan tes pada sampel jaringan korban pandemi yang diawetkan. Virus penyebab wabah flu 1918 diperkirakan adalah jenis virus yang berasal dari burung, seperti virus flu burung yang sempat mewabah beberapa tahun lalu. Para peneliti berteori bahwa virus mungkin menular dari unggas ke babi atau kuda dan kemudian menular ke manusia.
Sampel jaringan mengungkapkan bahwa wabah flu 1918 mengandung lapisan protein yang tidak lazim ada pada jenis flu yang menyerang manusia, baik dulu maupun sekarang. Karena protein ini asing bagi sistem kekebalan tubuh manusia, hampir tidak ada populasi manusia pada tahun 1918 yang memiliki sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit ini, sehingga virus bisa menyebar secara cepat dan global.
Meskipun kita sekarang memiliki peralatan medis yang lebih canggih dan banyak antivirus untuk melawan influenza, kita masih beresiko terjangkit virus ini. Pengalaman terakhir dengan flu burung dan sindrom pernapasan akut berat (SARS) menunjukkan bahwa manusia masih rentan terhadap virus oportunis ini. Dengan semakin cepat dan mudahnya perjalanan internasional dibandingkan pada awal abad ke-20, pada kenyataannya kita beresiko lebih besar ketimbang mereka yang hidup pada tahun 1918.