Mengapa Idol K-Pop Meninggalkan Grupnya? Ini Sebabnya
Penggemar EXO masih tertegun setelah dua anggota China dari boyband itu mengajukan tuntutan hukum terpisah terhadap SM Entertainment untuk membatalkan kontrak mereka. Beberapa orang dalam industri hiburan khawatir bahwa akan segera ada eksodus besar-besaran anggota China dari salah satu boyband K-Pop paling populer di Korea itu, dipicu oleh kepergian Luhan dan Kris.
Baru-baru ini, Luhan mengajukan gugatan pada 10 Oktober melawan SM, saat anggota China lain, Kris, melakukan hal yang sama pada bulan Mei silam. Ada empat anggota EXO-M yang tersisa kini, bersama enam anggota lain di Korea (EXO-K).
Luhan dilaporkan mengutip pembagian pendapatan yang tidak adil di antara anggota grup, jadwal yang ketat, dan pelanggaran privasi sebagai alasan untuk mengajukan gugatan terhadap SM ke Pengadilan Distrik Pusat Seoul. Ketika Kris menggugat agensinya, ia mengemukakan alasan yang sama.
Entah Korea atau bukan, anggota boyband dan girlband sering mengumumkan hengkang ketika popularitas mereka sedang pada puncaknya. Penggemar dan kritikus melihat ini sebagai sisi buruk bisnis hiburan Korea dan sistem inkubasinya, di samping proses pelatihan yang panjang di agensi hiburan itu sendiri.
Tetapi beberapa orang melihat bintang-bintang yang mencoba untuk meninggalkan grup mereka sebagai orang-orang yang “makan dan lari” -sebuah ekspresi dalam bahasa Korea yang baru diciptakan- setelah mendapatkan popularitas yang dicarinya.
Sering disingkat sebagai ‘meoktwi’, praktek ini memiliki konotasi negatif mengacu pada orang-orang yang didorong oleh kepentingan mereka sendiri. Namun dalam sebuah kolom yang diterbitkan Selasa oleh kantor berita online Media Today, kritikus budaya Kim Heon-sik secara publik menyalahkan SM karena kegagalan sistem traineenya. Perusahaan ini adalah agensi hiburan terbesar Korea yang merupakan rumah bagi musisi populer seperti Girls’ Generation dan Super Junior.
“Sistem inkubasi idola Korea adalah proses yang memakan waktu lama dan juga meminta para peserta untuk banyak berkorban (demi menjadi bintang), tetapi apakah itu hal yang tepat untuk melatih (idol China) dengan cara yang sama dengan anggota Korea?” tanya Kim.
“Banyak penyanyi Korea menolerir praktik yang tidak adil dari agensi-agensi mereka karena mereka tahu mereka tidak bisa melawan raksasa, tetapi para anggota asing berbeda,” lanjutnya. “Mereka memiliki panggung yang lebih besar di tanah airnya. K-Pop tidak akan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan jika terus bergantung pada toleransi dan ketakutan para entertainer mudanya.”
Kim menjelaskan, tiga agensi hiburan utama Korea mulai merekrut calon bintang dari usia 12 dan 13 tahun. Pendidikan mereka sebagai calon bintang pop sering berlanjut selama bertahun-tahun.
Akibatnya, kita umum melihat anggota grup idola membanggakan tentang berapa lama mereka menghabiskan waktunya sebagai trainee. Hal ini juga digunakan sebagai strategi pemasaran untuk mempromosikan grup karena agensi dan masyarakat percaya bahwa semakin lama para anggota mempersiapkan diri, maka akan semakin baik hasilnya.
Misalnya, Jo Kwon, sekarang menjadi salah satu personel 2AM, memulai pelatihan di JYP Entertainment ketika ia berusia 13 tahun. Ia membutuhkan waktu hampir delapan tahun untuk dibawa ke panggung sebagai penyanyi profesional.
“Saya membersihkan lantai bawah tanah, mengganti botol air, dan membuatkan kopi untuk Park Jin-young (kepala JYP Entertainment) ketika saya masih trainee,” kata Jo pada wartawan saat konferensi pers untuk drama Queen of the Office, di mana ia memainkan peran pendukung sebagai pekerja yang bertentangan dengan pemimpinnya.
“Jadi saya tahu bagaimana rasanya hidup sebagai pekerja temporer,” katanya. “Anda merasa tidak aman setiap hari karena Anda tidak pernah tahu kapan Anda dapat memulai debut atau mungkin ditendang keluar dari perusahaan suatu saat nanti. Kehidupan trainee dan seorang pekerja temporer sangat mirip.”
Bahkan setelah debut, para idol hidup bersama dan kehidupan sehari-hari dikendalikan oleh agensi mereka. Sudah jadi rahasia umum bahwa sebagian besar anggota boyband and girlband diminta mengikuti aturan yang melarang pacaran dan smartphone sampai mereka mencapai tingkat popularitas dan pengakuan tertentu. Tetapi anggota non-Korea mungkin tidak merespon dengan baik aturan-aturan keras itu.
“Banyak agensi hiburan merekrut anggota asing untuk menargetkan pasar musik global, tapi sepertinya budaya mereka berbeda dari kami dan mereka kesulitan menyesuaikan diri dengan aturan keras itu.” kata Lee Dong-yeon, seorang kritikus budaya dan profesor di Korea National University of Arts.
Alasan lain keluarnya beberapa anggota China adalah karena perubahan pasar hiburan negara mereka. Menurut perusahaan konsultan global PwC, ukuran pasar musik digital China melonjak menjadi 516 juta dolar AS tahun lalu, naik 12,9 persen dari tahun sebelumnya.
“Setelah (musisi China) melambungkan namanya sebagai anggota dari grup tertentu, mereka dapat berkarir sendiri,” kata Lee. “Mereka mungkin saja mendapatkan beberapa tawaran menggiurkan (dari agensi hiburan China). Beberapa orang melihat ini negatif, tapi Anda tahu, di luar sana adalah ‘hutan rimba’.”
SM Entertainment merilis sebuah pernyataan menanggapi gugatan Luhan baru-baru ini, “Karena cara pengajuan gugatan Luhan sama dengan Kris, kami sangat curiga ada orang (mengacu pada agensi China) yang ada di belakang mereka,” menurut rilis itu.
Gugatan Kris melawan SM masih berlangsung, yang berarti dia masih merupakan bagian dari EXO. Tapi Kris telah menyelesaikan syuting film di China dan telah menandatangani kesepakatan lain untuk membintangi sebuah proyek film baru dengan Hankyung, mantan anggota Super junior.
Hankyung, yang pernah berkiprah di Super Junior, juga mengajukan gugatan terhadap SM pada tahun 2009. Ia menang dan kini berakting dan bernyanyi di China sejak saat itu, kemungkinan besar didasarkan pada ketenaran yang ia peroleh dari boyband Korea itu. Karena mantan personel boyband ini bukan orang Korea, agensi hiburan lokal tidak dapat mengambil tindakan hukum terhadap mereka setelah mereka kembali ke tanah airnya.
Tapi dalam beberapa tahun terakhir, banyak anggota boyband dan girlband Korea juga melangkah keluar dari band mereka karena berbagai alasan. Kim Jae-joong, Park Yoo-chun, dan Kim Jun-su, mantan anggota TVXQ, menggugat SM karena memaksa mereka menandatangani apa yang disebut sebagai ‘kontrak budak’ pada tahun 2009, biasanya mengacu pada periode kontrak yang panjangnya lebih dari 10 tahun.
Ketiga orang itu, yang telah tampil di bawah bendera JYJ sejak tahun 2010, sebagian memenangkan gugatan mereka tahun lalu, tapi trio ini sempat kesulitan tampil di jaringan TV utama sejak saat itu karena diduga SM melobi stasiun penyiaran untuk memastikan mereka tidak menampilkan trio itu pada salah satu acara TV mereka.
Nicole, mantan anggota girlband Kara, juga menolak untuk memperpanjang kontraknya dengan agensinya awal tahun ini, dengan alasan bahwa “dia perlu waktu untuk berinvestasi di masa depannya”, sementara Dongho dari U-Kiss menghentikan lima tahun karir bernyanyinya tahun lalu ketika ia memutuskan untuk meninggalkan boybandnya. Waktu itu Dongho baru berumur 19 tahun, dan alasan utamanya adalah bahwa “ia ingin menjalani kehidupan seperti orang biasa,” menurut mantan agensinya. Baru-baru ini, Lee Joon dari MBLAQ juga mengatakan dia akan mengejar karir sebagai seorang aktor.
“Semua anggota boyband dan girlband ini tidak tahu apa-apa ketika mereka masih remaja, tetapi saat mereka tumbuh dewasa, mereka mengembangkan ego mereka dan mulai memikirkan tentang kehidupan mereka sendiri,” kata Lee, profesor di Korea National University of Arts.
“Apa yang mereka butuhkan adalah dialog dengan agensi-agensi mereka, tetapi agensi mereka masih sama. Mereka lebih suka menyingkirkan anggota yang mencoba untuk memperkeruh masalah.”
Menurut Lee, K-Pop mungkin saja global, tetapi sistemnya sendiri masih kuno. “Dengan serangkaian isu-isu ini, agensi hiburan lokal perlu melihat ke dalam diri mereka sendiri dan merenungkan masalah mereka,” tambahnya.