Perbudakan pada Masa Romawi Kuno
Menurut hukum Romawi, budak dianggap sebagai harta benda pemiliknya. Kebanyakan budak ditangkap dalam perang dan kemudian dibawa ke Kekaisaran Romawi. Beberapa budak dibawa dari wilayah di luar kekaisaran oleh para pedagang atau ditangkap dan kemudian dijual oleh bajak laut Mediterania.
Seorang anak yang lahir dari seorang ibu budak di Romawi kuno juga secara otomatis dianggap sebagai budak. Jika ayah anak itu adalah orang merdeka, ia bisa membebaskan anaknya ketika ia berusia 16 tahun. Anak yang lahir dari seorang ayah budak dan ibu merdeka dianggap sebagai anak merdeka.
Perbudakan sangat penting bagi perekonomian Romawi; diperkirakan bahwa dalam 100 tahun pertama setelah kelahiran Kristus, budak membentuk sekitar sepertiga dari populasi Italia. Budak diperdagangkan di pasar budak. Salah satu pasar di pulau Delos, Yunani, yang terletak di Laut Aegea, dapat memproses hingga 10.000 budak sehari.
Kondisi budak bervariasi. Budak rumah tangga sering diperlakukan dengan baik, dan beberapa dari mereka dianggap sebagai anggota keluarga oleh pemiliknya. Namun, budak-budak yang bekerja di tanah pertanian, pertambangan, atau bekerja sebagai pendayung pada galley (perahu) Romawi sering mengalami kondisi yang mengerikan. Ribuan budak menemui ajal dini di tambang Kekaisaran Romawi. Nampaknya kematian hampir jadi sesuatu yang pasti bagi budak pendayung di salah satu galley Romawi, kapal-kapal yang berlayar di Mediterania.
Budak bisa membeli atau diberi kemerdekaan. Banyak pemilik membayar budak mereka sebagai upah atas kerja keras mereka. Dengan menabung sedikit demi sedikit, budak bisa mendapatkan manumisi, atau pembebasan resmi dari perbudakan yang dibuat oleh pemilik. Beberapa pemilik memilih untuk membebaskan budak mereka, baik karena mereka sudah tidak mampu bekerja lagi atau sebagai imbalan atas pelayanannya yang baik.
Kadang-kadang, seorang budak dibebaskan agar pemiliknya bisa menikahinya. Budak yang dibebaskan, yang dikenal sebagai freedmen atau freedwomen, kadang-kadang terus bekerja untuk mantan majikan mereka. Seorang budak yang dimerdekakan tidak bisa memegang jabatan publik, tetapi anak-anaknya bisa menjadi hakim dan bahkan meraih jabatan yang lebih tinggi. Salah satu contoh yang mencolok dan tidak biasa dari mobilitas sosial semacam itu adalah Pertinax, anak seorang budak yang dimerdekakan, yang sempat menjadi kaisar pada tahun 193 SM.